Sejarah Kesultanan Buton melekat pada diri Syaikh Abdul Wahid (SAW). Syaikh Abdul Wahid diyakini sebagai ulama dan penyebar Islam pertama di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Bahkan, SAW dinilai berkontribusi besar dalam perubahan sistem Kerajaan Buton menjadi Kesultanan Buton pada abad ke-16.
Itulah yang mendasari pendiri Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (Ponpes SAW), H Muhammad Sabirin, memberi nama pondok pesantren yang didirikannya. Namun, ide awal pendirian pesantren ini juga tidak lepas dari persinggungan H Muhammad Sabirin dengan Pondok Modern Darussalam Gontor.
Kala itu, pada tahun 1986, H Muhammad Sabirin, bolak-balik mengunjungi putranya, Abdul Rasyid Sabirin yang menjadi santri Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Saat itu, H Sabirin, sapaan akrabnya, mulai memperhatikan pola pendidikan Gontor dengan lebih seksama.
“Saat saya kelas 4 KMI Gontor tahun 1989, ayah saya menyampaikan keinginannya untuk mendirikan pondok pesantren. Saya ingat betul, beliau menyampaikannya di Bagian Penerimaan Tamu (Bapenta) Gontor,” ungkap Pimpinan Ponpes SAW, KH Abdul Rasyid Sabirin, kepada Majalah Gontor.
“Saat itu, saya memahami bahwa niat beliau tulus dan bertekad bulat untuk membangun masyarakat Buton melalui jalur pendidikan. Profesi pedagang yang ia jalani ditinggalkan agar bisa fokus membangun masyarakat melalui jalur pendidikan,” tambahnya.
Secara teknis, Ponpes SAW sudah berdiri sejak tahun 1989. Namun dengan sejumlah kendala, kegiatan belajar mengajar baru bisa terlaksana pada tahun 1993. Namun peresmian pondok baru bisa dilaksanakan pada tahun 2002.
Tidak tanggung-tanggung, Ponpes SAW diresmikan langsung oleh Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, KH Abdullah Syukri Zarkasyi. Saat itu Kiai Syukri juga menghadiri pelantikan Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) Gontor cabang Sulawesi Tenggara di Baubau.
Ketika itu, perjalanan menuju Buton tidak semudah saat ini. Kondisi geografis Pulau Buton mengharuskan seluruh tamu undangan maupun warga menggunakan kapal laut sebagai alat transportasi utama. “Saat itu, pesawat terbang menuju Buton belum tersedia,” kata KH Abdul Rasyid Sabirin.
“Pada tahun 1996, Gontor mengirimkan tiga orang guru pengabdian lulusan Gontor,” jelasnya.
Sejak awal, Ponpes SAW telah menerapkan sistem KMI penuh. Ponpes hanya akan menerima santri yang siap tinggal di asrama serta wajib mengikuti program pengabdian selama satu tahun.
Ponpes SAW menerapkan sistem pendidikan KMI 6 tahun untuk program reguler dan masa pendidikan 4 tahun bagi kelas eksperimen atau intensif. Sebagai evaluasi, Ponpes SAW juga menjadikan Ujian Nasional sebagai acuan kelulusan. Pondok pesantren juga mengikutsertakan santri untuk mengikuti Ujian Nasional bersama dan berkolaborasi dengan madrasah di bawah naungan pesantren. “Saat ini, Ponpes SAW tengah mengajukan proses penyetaraan, mu’adalah,” katanya.
Ia tidak menampik bahwa perkembangan pesantren berusia 26 tahun tersebut semakin erat dan memiliki tantangan tersendiri di masa mendatang. Baginya, pondok pesantren kompatibel dengan kebutuhan masyarakat Buton. “Terbukti dengan banyaknya alumni yang telah berkiprah di masyarakat, baik di pemerintahan maupun di berbagai tempat lainnya,” ujarnya.
Pada tahun ajaran 2020-2021, Ponpes SAW mendidik lebih dari 300 santri yang semuanya bermukim di pondok. Santri berasal dari Sulawesi Tenggara, Maluku, dan daerah Indonesia timur lainnya.
Kiai Abdul Rasyid mengonfirmasi bahwa seluruh tenaga pengajar berasal dari lulusan Pondok Modern Darussalam Gontor, Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan Madura, Pondok Pesantren Arrisalah Slahung Ponorogo, serta alumni Ponpes SAW sendiri.
Sementara kegiatan ekstrakurikuler di Ponpes SAW terdri dari kegiatan kepramukaan, latihan pidato (muhadharah), bela diri, seni lukis dan kaligrafi, ilmu komputer, beragam cabang olahraga, tahfidz qur’an, marching band, organisasi santri dan kegiatan lainnya.
Sejumlah prestasi ditorehkan lembaga yang bernaung di bawah Yayasan Perguruan Islam Nurul Huda (YAPIN) tersebut. Prestasi Ponpes SAW antara lain mewakili Provinsi Sulawesi Tenggara pada ajang MTQ tingkat nasional cabang Fahmil Qur’an (CCQ) enam kali berturut-turut, mulai dari MTQ Nasional di Palu tahun 2000 hingga MTQ Nasional di Medan tahun 2018
“Secara umum, Pondok Pesantren SAW merupakan pondok berprestasi di wilayah Pulau Buton dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Salah satu yang menonjol di Pondok kami yaitu kemampuan santri berbahasa Arab dan Inggris dengan baik. Pondok kami juga menonjol pada ajang Musabaqah Tilawatil Qur’an,” kata Alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor 1992 itu.
Saat ini, Ponpes SAW memiliki lahan seluas kurang dari satu hektar. Namun, pengembangan pesantren terus bergerak ke arah yang lebih baik di usianya yang menginjak seperempat abad. Berbekal lahan seluas 4 hektar, Ponpes SAW tengah mengembangkan pondok putri yang berjarak 9 km dari lokasi pondok putra.
Tidak hanya itu, Ponpes SAW juga mengembangkan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Al-Syaikh Abdul Wahid (STIS SAW). Sejak berdiri tahun 2019, SITS SAW telah memiliki dua program studi, yaitu: Hukum Keluarga Islam/Ahwal Syakhsiyyah dan Hukum Ekonomi Syariah/Muamalat.
Alhasil, peran Ponpes SAW di masyarakat semakin erat. Keterlibatan guru-guru di masyarakat juga semakin kental. Kiai Abdul Rasyid Sabirin saat ini didapuk sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Baubau untuk periode 2019-2024. Tidak hanya itu, kepiawaian Ponpes mencetak para juara dalam ajang MTQ tingkat nasional membawa Kiai Abdul Rasyid Sabirin sebagai Dewan Hakim MTQ Nasional tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Saya menyambut baik perkembangan pesantren di sejumlah wilayah. Ini membuktikan bahwa pendidikan pesantren diakui dan dapat berkontribusi nyata bagi masyarakat,” jelasnya.
“Dengan banyaknya pesantren, secara tidak langsung membantu memajukan masyarakat, bangsa serta menjaga keutuhan NKRI,” tambahnya.
Terlebih, masifnya perkembangan pesantren di sejumlah wilayah juga diikuti dengan terbitnya payung hukum bernama Undang-Undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren. Baginya kehadiran UU Pesantren bisa menjadi solusi terbaik bagi pondok pesantren dari aspek payung hukum yang menaunginya. “Pesantren adalah lembaga yang mencetak kader umat dengan pemahaman Islam moderat (wasatiyyah) yang bisa menjadi perekat untuk semua umat manusia.”
“Tetap istiqamah mengawal dunia pendidikan melalui pondok pesantren. Karena pondok pesantren merupakan salah satu media yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa,” tutupnya.
sumber: https://gontornews.com/pondok-pesantren-al-syaikh-abdul-wahid-gemuruh-dakwah-pesantren-di-pulau-buton/